Selain anjungan tiap negara anggota ASEAN, ada juga anjungan yang dikelola oleh sekretariat ASEAN. Udin menghabiskan banyak waktunya untuk menikmati tampilan di anjungan ini. Anjungan ini menampilkan dukungan dan usaha ASEAN dalam mengembangkan wirausaha kecil di tiap negara. ASEAN membuat sebuah pusat promosi yang menampilkan produk-produk yang dikembangkan oleh para wirausahawan di tiap negara. Hal ini ditujukan agar usaha-usaha ini dapat berkembang lebih cepat dan mempunyai wadah untuk diperkenalkan sebagai komoditi ekspor. Macam-macam produk kreatif ada di sana. Ada jaket kulit dari pengrajin Garut, ada manisan buah Thailand dalam kemasan kaleng kecil yang menarik, ada yang memperkenalkan alat penyeduh kopi klasik Vietnam, serta ada pula aplikasi agribisnis yang dikembangkan oleh pemuda Indonesia untuk menghubungkan petani dan konsumen. Semua menampilkan inovasi dan karya kreatif yang memukau. ASEAN menyediakan wadah promosi, berbagai tips, serta pelatihan bagi pengembangan usaha para wirausahawan muda ini. Dengan demikian mereka dipupuk untuk menjadi cikal bakal pengusaha yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya.
Pengalaman belajar Edo juga berbeda. Edo terkesan dengan berbagai makanan khas yang disajikan di tiap anjungan. Memang, Edo selalu tertarik dengan makanan dari berbagai daerah. Ada singkong santan khas Thailand, ada Pho dari Vietnam, ada Larb dari Laos, dan masih banyak makanan lain yang namanya pun baru Edo tahu. Makanan khas tiap negara menunjukkan pula ciri khas sumber daya alam serta budaya masyarakat di negara tersebut. Walaupun terletak di kawasan yang sama, ternyata masih ada pula sedikit perbedaan pada selera dan isi piring di tiap negara.
Berbeda dengan Edo yang tertarik dengan tampilan aneka makanan khas, Beni tertarik dengan anjungan Negara Brunei yang menampilkan Wayang Asik khas negaranya. Wayang ini sekitar tahun 1960 populer di Kampung Ayer, di tepi Sungai Brunei. Saat ini Brunei berusaha mengembangkan kembali minat masyarakatnya untuk mempelajari wayang Asik karena popularitasnya yang mulai turun sejak masuknya berbagai budaya asing. Ada hal yang menarik bagi Beni melihat inovasi yang dilakukan anjungan Brunei untuk memperkenalkan wayang Asik. Tidak seperti wayang Indonesia, yang menampilkan sosok legendaris dunia pewayangan, wayang Asik ini menampilkan sosok tokoh manusia dalam bentuk kecil. Tinggi wayang hanya sekitar delapan hingga sepuluh cm. Biasanya wayang ini dibuat dari kertas tebal dengan pegangan dari stik kayu. Nah, di anjungan ini, wayang Asik ditampilkan dengan cara yang berbeda. Tidak menggunakan stik kayu dan tangan sang dalang sebagai penggeraknya, tetapi menggunakan bilah magnet yang ditempelkan di bagian bawah wayang. Wayang akan bergerak ketika bilah magnet di bawah papan peraga bertemu dengan magnet pasangannya, lalu digerakkan. Kreatif! Baru terpikir oleh Beni bahwa magnet pun dapat dijadikan alat bantu untuk menampilkan karya seni.
Tak habis-habis daya tarik yang disajikan oleh pameran ini. Udin dan temanteman sempat juga mengikuti aneka lomba yang diadakan oleh beberapa anjungan negara. Walaupun harus antre untuk mengisi formulir lomba, mereka tidak menyerah. Paling tidak, mereka merasakan untuk ikut satu lomba di salah satu anjungan. Hadiahnya? Tentu saja cendera mata khas dari negara tersebut.