Kemudian, mereka mendorong gerobak bersama-sama. Di tengah perjalanan, Putri Tangguk jatuh terpeleset.
”Aduuuuh…,” teriak Putri Tangguk.
”Hati-hati, Bu. Semalam hujan deras. Jalannya menjadi licin,” kata suami Putri Tangguk sambil membantunya berdiri.
”Gara-gara hujan, jalannya licin. Perjalanan ke rumah masih jauh, bisa-bisa aku terjatuh lagi,” gerutu Putri Tangguk.
Putri Tangguk mengambil padi dari gerobaknya. Kemudian, padi ditebar di jalan. Melihat perilaku ibunya, si anak sulung pun bertanya.
”Apa yang Ibu lakukan? Mengapa Ibu membuang padi itu ke jalan?”
”Ibu tidak membuang padi. Padi ini Ibu gunakan sebagai pengganti pasir. Ibu menebarnya agar jalan ini tidak licin lagi,” jawab Putri Tangguk.
”Istriku, bukankah padi itu untuk kita makan? Tidak baik rasanya jika membuang-buang makanan,” nasihat suami Putri Tangguk.
Putri Tangguk tidak mengindahkan nasihat suaminya. Bahkan, Putri Tangguk membantahnya.
”Masa bodoh. Bukankah padi kita sudah banyak. Apa kau mau aku terjatuh lagi dan tulangku patah?” bantah Putri Tangguk sambil terus menebar padi ke jalan.
Setelah panen terakhir, Putri Tangguk tidak pernah kembali ke sawah. Ia berada di rumah untuk merawat ketujuh anaknya. Suatu malam anak bungsu Putri Tangguk merengek karena lapar. Akhirnya, Putri Tangguk ke dapur untuk mengambil nasi. Alangkah terkejutnya ketika ia mendapati pancinya kosong.
”Mengapa panci ini kosong? Bukankah tadi masih tersisa sedikit nasi?” tanya Putri Tangguk dalam hati.
Karena si bungsu terus merengek, Putri Tangguk pun memutuskan untuk menanak nasi. Namun, Putri Tangguk kembali terkejut ketika mendapati beras yang ia simpan dalam kaleng juga menghilang.
”Ke mana perginya beras itu? Aku ingat masih banyak beras di sini sebelumnya. Jangan-jangan ada orang yang mencurinya,” kata Putri Tangguk.
Kemudian, Putri Tangguk membujuk anak bungsunya untuk tidur. Besok ia berencana untuk menumbuk padi yang disimpan di lumbungnya.
Pagi harinya Putri Tangguk terkejut mendengar teriakan suaminya.
”Istriku…istriku…cepat kemari,” teriak suami Putri Tangguk. Putri Tangguk segera berlari menemui suaminya. Ia menghampiri suaminya yang berada di depan pintu lumbung. Ia pun bertanya kepada suaminya.
”Ada apa suamiku?” tanya Putri Tangguk dengan cemas.
”Aku tidak tahu, istriku. Lumbung ini sudah kosong saat aku membukanya,” jawab suami Putri Tangguk.
Putri Tangguk dan suaminya bergegas memeriksa lumbung yang lain. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati ketujuh lumbungnya telah kosong. Putri Tangguk pun menangis.
”Apa yang terjadi padaku? Tadi malam nasi dan beras hilang. Sekarang padi di lumbung pun juga ikut menghilang,” jerit Putri Tangguk.