HALO BELAJAR – Simak di bawah ini kunci jawaban Tema 6 Kelas 4 SD/MI halaman 172 173 174, Aku Cinta Membaca, Impian Bomu
Impian Bomu yang mulai dari halaman 172 sampai 174, merupakan materi Aku Cinta Membaca, Tema 6 Cita-Citaku.
Buku Tema 6 Kelas 4 yang dibahas di bawah ini merupakan Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2017.
Kunci jawaban Tema 6 Kelas 4 di bawah ini diharapkan dapat membantu orang tua dan guru dalam mengoreksi jawaban siswa.
Baca juga:
Impian Bomu
Penulis: Watiek Ideo dan DK Wardhani
Hai, namaku Bomu. Aku adalah sebatang bambu di daerah Way Kambas, Sumatra. Aku tinggal bersama segerombol bambu lainnya. Teman kami, Angin, suka sekali menggoda dan bercanda bersama kami, para bambu.
Tiba-tiba kudengar suara yang amat keras. Itu adalah para pohon besar di seberang.
“Oh, sebentar lagi kita akan dibawa ke kota,” kata Pohon Kampar.
“Ya. Kudengar mereka akan menjadikan kita mebel-mebel mewah,” ujar Pohon Meranti bangga.
“Seperti apa ya tinggal di kota?” batinku. Sungguh, aku iri kepada mereka. Para manusia lebih membutuhkan pohon-pohon itu daripada sepotong bambu.
Hari berganti hari. Pagi-pagi kudengar kehebohan di sawah seberang. Rupanya itu adalah anak-anak Way Kambas. “Gawat! Kata Ayahku, musim kemarau sudah datang!”
“Sawah-sawah akan kekeringan.”
“Kita akan kesulitan air bersih nanti.” Suara-suara mereka terdengar khawatir.
Keesokan hari, kulihat anak-anak Way Kambas datang lagi. Tapi kini, mereka ditemani para orang tua. Dan, hei, mereka berjalan ke arah kami, para bambu!
“Ayo, ayo! Ambil yang bagus bambunya”
“Iya. Biar kuat!”
Orang-orang mulai memotong kami para bambu. Rasanya sungguh geli. Aku sangat bahagia membayangkan apa yang akan terjadi. Kurasa mereka akan membawaku ke kota! Hore!
Tubuhku bergoyang-goyang saat orang-orang itu mengusung para bambu ke sebuah sungai besar di ujung desa. Lho, kok ke sini?
“Ayo, kita rakit sekarang!” Tanpa dikomando, mereka berbagi tugas. Srek! Srek! Kras! Kras! Hei, apa yang terjadi?
Dan, wow! Tubuhku tertali amat kencang bersama teman-temanku. Kulihat beberapa bambu lain tampak saling terhubung menjadi pipa-pipa panjang.
“Ayo, kita coba sekarang!”
Tiba-tiba angin bertiup ke arahku. Perlahan, tubuhku berputar. Air pun masuk ke bumbung-bumbung tubuhku dan teman-temanku. Lalu, air itu tumpah ke sebuah wadah dan mengalir masuk ke pipa-pipa bambu.
“Berhasil!” “Hore!” “Airnya masuk!”
Para petani dan anak-anak itu bersorak bahagia. Air itu mengalir ke sawah-sawah dan kolam penampungan di tengah desa.
Kini, aku menjadi bagian dari kincir angin ini. Anak-anak Way Kambas bersemangat sekali menanami sekitar mata air dengan tunas-tunas muda.