HALO BELAJAR– Kunci jawaban Tema 6 Kelas 4 SD/MI di bawah ini diharapkan dapat membantu orang tua dan guru dalam mengoreksi jawaban siswa.
Tema 6 berjudul Cita-Citaku. Pertemuan 4 dimulai dari halaman 169, 170, dan 171.
Pada pertemuan 4 ini, materi yang dibahas antara lain ‘Kemarau di Gunungkidul’. Materi merujuk pada Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2017.
Berikut penjabaran kunci jawaban Tema 6, Aku Cinta Membaca: ‘Kemarau di Gunungkidul’ untuk adik-adik Kelas 4 SD/MI.
Baca juga:Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 173 dan 174, Aku Cinta Membaca: Impian Bomu
Baca juga: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 167 dan 168, Aku Cinta Membaca: Laut Kita Penuh Harta Karun
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 169 170 171
Kemarau di Gunungkidul
Penulis: Fransisca Emilia
Dongeng Anak Terpilih Kategori Air Minum –
Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015
Hari ini sekolah Elang libur. Elang ikut ayahnya yang akan meliput berita di Gunungkidul, Yogyakarta. Ayah Elang seorang wartawan.
“Di sana sering kekurangan air ya, Yah? Aku pernah baca di majalah,” kata Elang.
Ayah mengangguk. “Sebagian besar wilayah Gunungkidul merupakan pegunungan karst yang tersusun dari batuan kapur berpori. Akibatnya, air selalu merembes dan menghilang ke dalam tanah. Permukaannya kering, tapi jauh di bawah tanah kaya akan air. Lihatlah sekitarmu, Elang,” kata ayahnya lagi.
Dari kaca mobil, Elang memandang sekelilingnya. Pohon-pohon jati meranggas dan rerumputan mengering. Saat memasuki perkampungan, yang terlihat hanya tanah cokelat yang pecah-pecah.
Saat sampai tujuan, ayah memarkir mobil di depan balai desa. Tak jauh dari situ, kerumunan warga tengah mengantre di sekeliling mobil tangki air. Mereka membawa jeriken, ember, dan berbagai wadah untuk menampung air. Ayah lalu mewawancarai kepala desa dan beberapa warga.
“Telaga-telaga sudah mengering pada awal kemarau. Begitu pula bak-bak penampungan air dan kolam-kolam yang kami buat, hanya cukup untuk satu bulan,” kata Pak Kepala Desa.
Elang memandang kerumunan warga dengan sedih. Ia lalu melihat seorang gadis kecil yang baru selesai mengantre air. Jalannya terengah-engah. Elang mendekatinya. “Sini, aku bantu.”
Mata bulat gadis kecil itu berbinar. Elang lalu memperkenalkan dirinya. Gadis itu bernama Gendis.
“Kenapa mengambil air sendiri?” tanya Elang perlahan.
“Simbah sedang membuat gaplek. Bapak dan simbok bekerja di Jakarta,” jawab Gendis.
“Air ini untuk apa? Mandi?” tanya Elang lagi.
“Musim kemarau begini aku jarang mandi. Kita membeli air untuk minum dan memasak saja.”