Berupa pola asuh orangtua yang berdasarkan hasil penelitan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya tahun 2018 karya Ainil Fitri, Meri Neherta dan Heppy Sasmita bahwa pola asuh yang otoriter dan permisif 58,4% berdampak pada masalah mental emosional remaja terhadap kategori borderline.
Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif, ditandai dengan dengan aturan ketat dan sering memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua).
Kebebasan bertindak atas nama anak sendiri dibatasi, bahkan mereka berdua jarang berkomunikasi, ngobrol, bercerita, bertukar pikiran satu sama lain (Ayun, 2017).
2. Teman sebaya
Pembuktian teman sebaya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental didasarkan pada penelitian oleh Merri Suharwni, Mahasiswa Psikologi Universitas Surakarta dalam skripsinya pada 2022 silam.
“Semakin tinggi kemampuan mahasiswa dalam menjalin pertemanan, maka akan semakin tinggi juga kesehatan
mentalnya.”
3. Sekolah
Beberapa faktor dari sekolah yang kerap kali jadi penentu kesehatan mental seseorang adalah terkait perubahan pola tidur dan pola makan karena sulit tidur, konsentrasi dan tekanan tugas-tugas sekolah yang bertumpuk hingga menimbulkan stres.
4. Masyarakat
Sementara terkait faktor terakhir yaitu masyarakat ini, mungkin bersifat subyektif dari penulis. Salah satunya, perbedaan beberapa kriteria atau pun cara bergaul seseorang dengan orang lain yang menyebabkannya merasa terbelakang atau anti mainstream.
Gejala perbedaan atau anti mainstream ini, sering diartikan sebagai sesuatu yang keren atau redflag. Tapi kenyataannya, memiliki suatu hal berbeda dari orang pada umumnya merupakan suatu kejanggalan.
Seperti kesusahan orang minoritas dalam pergaulan, contohnya para pelaku LGBT atau pun orang yang menganut agama selain Islam saat berada di lingkungan mayoritas yang bertentangan dengan apa yang mereka yakini.
Kesehatan Mental yang Baik
Seorang peneliti Mahfud Bastaman dalam risetnya (2015), memberi beberapa tolak ukur dan kriteria kesehatan mental yang baik yaitu bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.
Kedua yaitu mereka yang mudah menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan
menyenangkan serta bisa mengembangkan potensi-potensi pribadi, berupa bakat dan kemampuan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kartono dalam buku karya Mahfud tersebut, bahwa ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga mereka mudah beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standard, dan norma serta perubahan sosial secara cepat.